Stanley Sutrisno. Energy Management Consultant
  • Welcome
  • Stanley Sutrisno
  • Mutu Prima Consulting
  • Peluang Kerja Sama
  • Contact
  • Internal Audit
  • Shoutbox / Buku Tamu

HP (Telepon Genggam) untuk melindungi TKI. Efektifkah?

11/24/2010

0 Comments

 
HP atau Hand-phone bisa menjadi solusi untuk masalah besar yang selama ini dihadapi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang kebanyakan menjadi pembantu di luar negeri, khususnya Malaysia, Arab Saudi atau negara lainnya? Wow... that's great..!! Amazing..!!

Seperti kita ketahui, untuk mengatasi permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yakni penyiksaan, pelecehan seks dsb, pemerintah berencana memberikan Hand-phone (HP) kepada TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Harapannya, dengan adanya HP, maka TKI akan mudah menghubungi pihak lain untuk melaporkan penyiksaan atau pelanggaran yang dilakukan oleh majikan mereka. Dengan begitu, keselamatan TKI terlindungi atau mereka akan selamat dari penyksaan atau kesewenang-wenangan yg dilakukan oleh majikan.

Apakah 'Solusi HP' yang diberikan oleh pemerintah ini akan efektif mengatasi masalah yang sudah bertahun-tahun tidak terselesaikan ini, meskipun pemerintahan terus berganti, presiden dan menteri tenaga kerja juga berganti?  Benarkah sesederhana itu solusinya?


Nasib ”Solusi HP”

Dari keterangan beberapa TKI di beberapa stasiun televisi swasta, khususnya Tenaga Kerja Wanita (TKW), hal itu tidak akan efektif karena HP biasanya disita majikan sebelum mereka bekerja. Jangankan HP, barang bawaan lain pun disita majikan jika dianggap mencurigakan. Jadi, mana bisa TKI melaporkan penyiksaan yang dilakukan oleh majikan?

Penjelasan  TKI itu sangat beralasan. Namun demikian, hal itu bukan berarti bahwa ”Solusi HP” dari pemerintah langsung bisa dinyatakan gagal total. Kalau solusinya hanya sebatas pemberian HP, sudang barang tentu hal itu tidak akan efektif, karena begitu HP disita majikan, maka TKI akan kesulitan menghubungi pihak lain. Dan kemungkinannya adalah majikan akan melarang TKI keluar rumah. Untuk itu, HP seharusnya hanyalah sarana atau tool dari system atau prosedur perlindungan TKI. Justru yang lebih pokok adalah tersedianya system atau prosedur pencegahan tindak kekerasan oleh majikan terhadap TKI, bukan sekedar tool atau sarana.

Bagaimana seharusnya system atau prosedur pencegahan tindak kekerasan majikan terhadap TKI tersebut?

TUNGGU LANJUTAN OPINI INI......
0 Comments

Bisakah SBY Memberantas Korupsi?

11/15/2010

0 Comments

 
Jawabnya adalah TIDAK, jika menggunakan jalur pemberantasan korupsi yang biasa-biasa saja atau seperti yang ada saat ini. Kenapa? Karena mayoritas penegak hukum dan lembaga tinggi negara lainnya sudah terkontaminasi korupsi.
 
Kasus Gayus Tambunan, Susno Duadji, Traveling Cheque Miranda Gultom, dan masih banyak lagi kasus korupsi lainnya, baik dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah tingkat dua, sudah terang benderang menjelaskan kepada kita bahwa semua sudah terkontaminasi oleh korupsi. Semua sudah kecipratan hasil korupsi. Sehingga Indonesia tidak mungkin bisa memberantas korupsi melalui jalur atau system penegakan hukum biasa seperti yg sudah ada sekarang ini.
 
Kalau system penegakan hukum ini kita ibaratkan sebagai kandang macan, maka dari kandang macan itu tidak mungkin bisa melahirkan, apalagi membesarkan domba. Domba itu akan dimakan langsung oleh macan begitu dia lahir di sana.
 
Kalau begitu, bagaimana Indonesia bisa memberantas korupsi?
 
Sebelum memikirkan solusinya, kita harus ketahui dahulu penyebabnya. Sehingga pertanyaannya terlebih dahulu adalah ”Dari mana asal muasal timbulnya korupsi atau di manakah titik lemah system penegakan hukum kita ini?”
 
Korupsi itu ada karena adanya uang yang bisa di korupsi. Keluar masuk uang diatur melalui APBN dan APBD. Uang negara itu bisa dikorupsi sebelum dia masuk ke APBN /  APBD melalui kolusi antara petugas yang mengumpulkan uang pemasukan APBN/APBD dengan pengusaha swasta maupun BUMN atau petugas yang menyalurkan bantuan luar negeri yang akan dimasukkan ke APBN / APBD. Tujuannya tentu untuk kepentingan masing-masing. Bagi pejabat pemerintah yang seharusnya mengumpulkan uang untuk disetor ke negara, tentunya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Sedangkan bagi pengusaha, tentu untuk mengurangi beban yang harus dia bayarkan ke negara.
 
Korupsi juga bisa terjadi pada saat uang tersebut sudah masuk ke kas negara atau ke APBN/APBD. Korupsi dilakukan melalui pengeluaran yang tidak sesuai peruntukannya. Korupsi ini akan mulus jika pihak-pihak yang terlibat melakukan kolusi. Baik pejabat yang memegang uang, mereka yang punya otoritas mengeluarkan uang, maupun penerima atau pengguna uang itu, baik itu pengusaha maupun pejabat pemerintah dari tingkat pusat maupun daerah, bahkan sampai ke RT atau pengurus organisasi penerima anggaran.
 
Kenapa mereka berbuat seperti itu?
 
Tentu saja karena rendahnya moralitas pejabat, pengguna anggaran, maupun pengusaha yang melakukan kolusi atau kong-kalikong itu. Sekuat-kuatnya Prosedur dalam System Pengendalian Intern atau Pengawasan Melekat, kalau pejabat terkait melakukan kolusi, dan bahkan melibatkan pihak di luar system, apalagi penegak hukum dan pembuat undang-uandang juga sudah terkontaminasi, maka internal kontrol itu tidak akan berjalan. Pelaku korupsi ’berjamaah’ seperti ini memegang prinsip Tiji-Tibeh (Mati Siji Mati Kabeh – Mukti Siji Mukti Kabeh), artinya satu sengsara, semua sengsara - satu makmur, semua makmur.
 
Dengan banyaknya pihak yang terlibat, mereka merasa akan aman dan berharap tidak akan ada pihak yang berani atau yang mau mengusut kasus korupsi. Dan itu sudah terbukti. Nyatanya hingga saat ini kasus-kasus korupsi tidak pernah tuntas. Kalaupun ada yang dihukum, itu pun hukumannya ringan, karena dia hanya dijadikan ”tumbal” kepura-puraan seolah-olah hukum sudah ditegakkan. Tetapi, yang namanya macan tentu saja tidak akan makan sesama macan, bukan?
 
Apa solusinya?
 
Solusinya bergantung pada presiden sebagai pimpinan tertinggi di negeri ini. Sejauh mana komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Masalahnya adalah, mungkinkah presiden yang lahir dari system yang sudah terkontaminasi korupsi dan banyak ‘macan-macan’ yang ada di dalamnya bisa melahirkan Presiden yang Anti Korupsi?
 
Kalau itu ada, maka bisa dikatakan sebagai sebuah mujizat. Tetapi kalau itu tidak terjadi, maka harapan akan adanya pemberantasan korupsi bisa dibilang pupus sudah. Kita berharap mujizat itu ada. Dan, kalau itu benar, maka solusinya masih bisa dicari. Solusinya tentu adalah perlunya diciptakan system pemberantasan korupsi yang luar biasa. Extraordinary. 
 
Bagaimana system pemberantasan korupsi yang extraordinary itu?

 BERSAMBUNG...
0 Comments

    About Me

    I'm a real Blogger who love to share knowledge about many things such as  Internet Marketing, Blog Advertising, Blogging, SEO (Search Engine Optimization), Environment, Sport, Life, Business, Making Money Online, and many more. 

    Regards,

    Stanley Sutrisno.

    Archives

    November 2010

    Categories

    All
    Kasus Gayus Tambunan
    Kasus Susno Duadji
    Kekerasan Majikan
    Korupsi
    Opini
    Solusi Hp
    Tki
    Tkw

    RSS Feed

'Untuk Inspirasi dan Pendamping Kemajuan Karier Anda dan Bisnis Anda'